By Anto
from www.pantaugambut.id

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di kawasan gambut di Jambi masih terus terjadi setiap tahun. Permasalahan utamanya karhutla banyak terjadi di dalam wilayah konsesi.  Karhutla yang terjadi di konsesi gambut disinyalir oleh perusahaan yang tak mampu mengelola gambut secara berkelanjutan. Kondisi ini perlu direspon supaya pemerintah berani menegakkan hukum, mengevaluasi izin atau bahkan mencabut izin terhadap korporasi yang lalai menjaga arealnya sehingga terjadi kebakaran.

Sabtu siang di akhir bulan September langit di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, menguning. Sinar matahari tak bisa leluasa menyinari lantaran terhalang asap tebal. Suasana siang berubah seperti suasana menjelang malam. Itulah kondisi yang terjadi di beberapa desa di Kumpeh, yakni Desa Pulau Mentaro, Betung, Puding dan Pematang Raman.

Di tengah langit yang menguning, Dewi, seorang ibu rumah tangga sibuk bercengkrama di dalam rumah. Mereka lebih banyak memilih berdiam diri di rumah karena kualitas udara buruk, terutama saat malam hingga pagi hari membuat sesak dan pedih mata.

Indeks kualitas udara di Jambi pada bulan september masih tinggi, bahkan pada tanggal 22 September 2019 mencapai angka 500 yang dikategorikan berbahaya.

Meski Dewi tak paham dengan soal indeks pencemaran udara, tapi ia dan keluarganya merasakan betul dampak buruk udara yang tak sehat. Kondisi ini membuat Dewi merasa cemas lantaran memiliki bocah kecil. Ia pun menyiasatinya dengan lebih memilih mengurung anaknya yang masih kecil itu di dalam rumah, daripada terpapar langsung.

Berdasarkan data Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), ada 20 lebih ibu hamil dan 200 balita yang rentan terpapar kabut asap. Menurut Sari, Koordinator Poskesdes Sipin Teluk Duren, jumlah peningkatan penderita ISPA mencapai 100 kasus yang didominasi oleh anak-anak dan data ini hanya terhimpun di desanya saja belum termasuk desa lainnya.

 

Kebakaran gambut di konsesi

Usut punya usut biang asap pekat yang menyerang wilayah itu berasal dari kebakaran lahan gambut milik perusahaan PT Mega Anugrah Sawit (MAS) dan PT Sumbertama Nusa Pertiwi (SNP) di Kumpeh Muaro Jambi. Data Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat, kebakaran lahan gambut di PT MAS mencapai 785,63 hektare dan PT SNP seluas 726,1 hektar. 

Tak berselang lama, kebakaran kembali terjadi di wilayah Kumpeh yang menyebabkan kabut asap semakin pekat. Kebakaran tersebut terjadi di lahan perkebunan milik PT Bara Eka Prima (BEP) dan PT Sawit Mas Plantation (SMP). Menurut penuturan warga di Kumpeh, PT BEP pada tahun 2015 juga mengalami kebakaran yang sama. Hingga kini belum diketahui pasti luasan kebakaran dari kedua perusahaan perkebunan tersebut. 

Hasil analisis Pantau Gambut menunjukkan jumlah titik panas yang muncul pada periode 1 Januari – 23 September 2019 berjumlah 45 titik di wilayah konsesi PT Bara Eka Prima (BEP)

Selain korporasi perkebunan kelapa sawit, sejumlah korporasi yang memiliki izin konsesi sektor kehutanan di wilayah gambut Muaro Jambi, juga mengalami kebakaran.

Dinas Kehutanan Provinsi Jambi menyebutkan, dua perusahaan izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Pesona Belantara Persada (PBP) dan PT Putra Duta Indahwood (PDI) juga terbakar. Dari peta hasil analisis tim Pantau Gambut periode 1 Januari – 23 September 2019, dapat dilihat banyaknya titik panas yang muncul di kedua perusahaan tersebut. Hampir setengah dari luas kawasan izin tertutupi oleh titik panas. Bahkan titik panas hampir menutupi seluruh wilayah izin konsesi milik PT PBP.

Selain kebakaran gambut di wilayah Kumpeh, kebakaran hutan dan lahan gambut juga terjadi di wilayah Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur. Kedua daerah ini memiliki luasan gambut terluas di Provinsi Jambi.

Beberapa perusahaan seperti PT Wirya Karya Sakti (WKS) dan PT Kaswari Unggul juga terbakar yang berada di wilayah Tanjung Jabung Timur Jambi.

PT Wira Karya Sakti (WKS) di Distrik VII, Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah milik korporasi raksasa Sinar Mas Group yang selama ini “mengaku” paling getol mengantisipasi karhutla. Sedangkan PT Kaswari Unggul merupakan anak perusahaan Bakrie Sumatera Plantations yang sebelumnya juga pernah digugat senilai 25,6 miliar oleh KLHK ikut terbakar.

Berdasarkan analisis overlay antara titik panas dan wilayah perusahaan menunjukkan bahwa adanya titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi yang muncul di dalam kawasan kedua perusahaan tersebut.

Cuaca yang kering ditambah angin kencang membuat api dengan cepat merembet sehingga menyulitkan pemadaman.  

Upaya pemadaman melalui darat dan udara terus dilakukan oleh tim Satgas Karhutla. Seluruh pihak perusahaan yang beroperasi di wilayah Muaro Jambi juga diminta turut ikut mengirimkan personil dan peralatannya di wilayah kebakaran.

Komandan Satgas Gabungan Karhutla Kolonel Arh Elphis Rudi mengatakan, ribuan personel gabungan diterjunkan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah Provinsi Jambi. Total ada 1.512 personil yang terdiri dari TNI sebanyak 500 personel, Polda 250 personil, 105 personil BPBD dan 705 personil lainya seperti dari Damkar, Manggala Agni, masyarakat dan relawan.

"Satgas juga menambah 400 personil yang ditempatkan di daerah yang khusus memerlukan bantuan pemadaman dan pendinginan," ujar Kol Arh Elphis Rudi yang juga Danrem 042/Gapu. Namun, hal itu tidak mampu menurunkan kabut asap karena yang terbakar adalah kawasan gambut. 

Akibat kebakaran hutan dan lahan itu, lokasi paling terdampak paparan asap adalah desa di sekitarnya. Desa Rantau Indah, menjadi salah satu desa terdekat dengan lingkaran gambut yang terbakar, mengakibatkan M Fikri bocah berusia 7 tahun mengalami iritasi mata yang parah dan harus dirawat di rumah sakit di Kota Jambi. Menurut Sari Apriani, ibunda Fikri, kornea kedua mata anaknya mengalami luka dan memerah sehingga harus diperban. Menurut keterangan dokter, Fikri didiagnosa menderita konjungtivitis mata. Kondisi ini semakin parah karena terpapar partikel asap.

Dinas Kesehatan Provinsi Jambi mencatat, jumlah penderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dalam dua bulan terakhir meningkat. Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Lingkungan (P2PL) Dinkes Provinsi Jambi, Eva Susanti mencatat jumlah penderita ISPA selama bulan Juli, Agustus dan September hingga minggu kedua mencapai 74.403 kasus.

Direktur Beranda Perempuan, Ida Zubaidah mendesak pemerintah agar segera memenuhi hak dasar warga, terutama kelompok rentan dengan menyediakan ruangan yang aman asap.

Pemenuhan hak dasar bagi kelompok rentan itu kata Zubaidah, telah diatur dalam Perda No.2 tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah wajib memberikan perlindungan tempat penampungan sementara yang layan dengan fasilitas kesehatan. Kelompok rentan yang dimaksud dalam Perda tersebut, adalah balita, anak-anak, lansia dan ibu hamil.

Hal ini penting katanya karena dalam beberapa penelitian kesehatan, manusia yang terpapar asap dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker paru, radang paru, downsyndrom, kegagalan fungsi otak hingga kelahiran prematur.

"Di desa-desa yang berada disekitar lingkaran gambut yang terbakar disediakan ruang bebas asap yang menyediakan oksigen, obat-obatan gratis bagi korban yang dirugikan dari dampak buruk Karhutla," kata Zubaidah.

 

Mengenai luasan kebakaran yang terjadi di Provinsi Jambi, terdapat perbedaan pendapat antara Satgas Karhutla, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KKI Warsi.

Satgas Karhutla mengklaim luas kebakaran yang terjadi di Provinsi Jambi seluas 1.720 hektare. Sementara itu, KLHK melalui SiPongi mencatat luas kebakaran di Jambi telah mencapai 11.022 hektare.

Sedangkan, berdasarkan analisis data KKI Warsi, luas kebakaran di Provinsi Jambi mencapai 18.584 hektar. Diantaranya berada di konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 3.499 hektare, perkebunan sawit seluas 4.359 hektar, Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 1.193 hektare, lahan masyarakat seluas 2.954 hektar serta yang terbesar di wilayah restorasi 6.579 hektare.

Hasil investigasi KKI Warsi mencatat sebanyak 18 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang wilayah konsesinya terbakar. Perusahaan ini menyumbang asap yang terjadi di wilayah Jambi. Perusahaan itu diantaranya:

Menurut komentar dari Direktur KKI Warsi Rudisyaf "Kebakaran ini menunjukan bahwa perusahaan tidak mampu dalam menjaga kawasan kelolanya agar aman dari bahaya kebakaran di kawasan gambut”.

Terlepas dari simpang siur luas kebakaran, ada hal yang lebih penting, yakni terkait dengan penegakan hukum bagi korporasi di kawasan gambut yang arealnya terbakar.

Penindakan oleh pihak berwenang

Hingga saat ini Kepolisian Polda Jambi baru menetapkan dua korporasi menjadi tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan. Kedua perusahaan itu adalah PT Mega Anugerah Sawit yang berlokasi di Kumpeh, Kabupaten Muarojambi dan PT Dewa Sawit Sari Persada (DSSP) di Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

"Kita komitmen untuk menegakkan hukum baik itu perorangan dan korporasi. Buktinya sudah dua perusahaan yang menjadi tersangka, direktur perusahaan juga sudah diperiksa," kata Kepala Bidang Humas Polda Jambi, Kombes Pol Kuswahyudi Tresnadi.

Di samping itu, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Jambi, juga sedang melakukan penyelidikan terhadap 11 perusahaan yang mengalami Karhutla. Perusahaan yang sedang dalam proses penyelidikan tersebut, sebagian besar beroperasi di wilayah gambut.

"Untuk perusahaan yang masih diselidiki saat ini manajer dan karyawan sudah dilakukan pemeriksaan. Yang berstatus tersangka sudah dilakukan pengambilan sampel tanah," ujarnya.

Perusahaan yang telah ditetapkan tersangka itu, dikenakan pasal 98 ayat 1 jo pasal 116 ayat 1 huruf a dan b, Undang-Undang RI nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Penegakan Hukum telah meninjau langsung perusahaan di wilayah gambut yang mengalami kebakaran.  Hasilnya Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani menyegel beberapa perusahaan, diantaranya PT Bara Eka Prima (BEP) dan PT Ricky Kurniawan Kerta Persada (RKK). Sebelumnya, juga PT Mega Anugerah Sawit juga telah dilakukan penyegelan. 

Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, KLHK akan mengeluarkan surat rekomendasi pencabutan izin terhadap perusahaan tersebut. Sebab, menurut dia, selama ini hukuman perdata tak memberikan efek jera sehingga perusahaan mengalami kebakaran berulang. "Hukuman perdata tidak ada efek jera untuk perusahaan ini, maka kami akan upayakan surat pencabutan izin," kata Rasio Ridho.

Support Us

Share this information with your family and friends.